REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) began to oversee the calculation of two additional risk management in Islamic banks, namely the risk of investment (equity of investment risk) and risk of the yield (rate of return risk). Although not yet taken into account in risk assessment (risk profile), Islamic banks are required to calculate how much capital to the management of these risks. (source)
Both risks have been published in the Bank Indonesia Regulation (PBI) Number: 13/23/PBI/2011 on the Application of Risk Management for Islamic Banks and Sharia.
According to the Director of the Directorate of Islamic Banking BI, Mulya Effendi Siregar, Islamic banks have to calculate how much money should be earmarked in the capital. "But, the funds have not been included in the calculation of capital adequacy ratio (capital adequacy ratio)," he said on Monday (9 / 1).
The calculation must be done so that Islamic banks can practice managing investment risks and returns. BI will gradually enter into the calculation of these risks in the assessment. Most rapidly, in the next three years, the two risks were already included in the risk profile.
Supervision of the Bank prior to entry into the risk profile will ensure that Islamic banks have calculated the capital to manage investment risks and returns. "We make sure they have started counting, just do not need to set aside capital to cover that risk," said Mulya.
Chairman of Islamic Banking Regulatory Team BI, Bambang Kiswono, said BI would encourage Islamic banks to be aware that there are two risks in advance. For the management of investment risk, Bambang admitted not sufficiently urgent for Islamic banks. Equity investment risk is the risk management of bank funds because there are potential losers lost due to the debtor.
"That principle for sharing profit and lost, while now there has been a lot of products that use the principles of Islamic banks and lost profit sharing," he said.
While the risk of yield, assessed Bambang Islamic banks have to be managed. Rate of return risk is the potential loss of third party funds (DPK) because yields fluctuate deposits in Islamic banks. "Supposedly Islamic banks currently have risk management to risk this yield," he said.
To assist risk management in Islamic banks yields, the central bank will allow the application of Profit Equalization Reserve (PER / reserve fund). The application of the PER is still under discussion in working group between BI, National Sharia Council Indonesian Ulema Council (DSN-MUI) and the Association of Islamic Economics (IAEI). "We ask first fatwa to the DSN," he said.
By applying the PER, Islamic banks remain attractive to customers as lower yields. Because, the bank can provide its reserve funds to the customer. BI will direct the funds are deducted from the bank's profits.
Bambang said the bank's funding cuts should be made after the yield distributed to customers. "No customer funds are cut," he stated. That way, the superiority of Islamic banks namely getting higher yields when the bank's income increases, can be maintained
BI Mulai Awasi Perhitungan Risiko Investasi dan Imbal Hasil
Senin, 09 Januari 2012 14:34 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mulai mengawasi perhitungan manajemen dua risiko tambahan di bank syariah, yakni risiko investasi (equity of investment risk) dan risiko imbal hasil (rate of return risk). Meski belum diperhitungkan dalam penilaian risiko (risk profile), bank syariah diminta menghitung berapa modal untuk pengelolaan kedua risiko tersebut.
Kedua risiko itu telah diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, bank syariah harus menghitung berapa dana yang harus dicadangkan dalam modal. “Tapi, dana itu belum dimasukkan dalam perhitungan capital adequacy ratio (rasio kecukupan modal), “ ujar dia, Senin (9/1).
Perhitungan tersebut harus dilakukan agar bank syariah dapat berlatih mengelola risiko investasi dan imbal hasil. BI secara bertahap akan memasukkan perhitungan kedua risiko tersebut ke dalam penilaian. Paling cepat, dalam tiga tahun ke depan, kedua risiko itu sudah masuk dalam risk profile.
Pengawasan dari BI sebelum masuk ke risk profile akan memastikan bank syariah telah menghitung modal untuk mengelola risiko investasi dan imbal hasil. “Kita pastikan mereka sudah mulai menghitung, cuma tidak perlu sampai menyisihkan modal untuk meng-cover risiko itu, “ terang Mulya.
Ketua Tim Pengaturan Perbankan Syariah BI, Bambang Kiswono, mengatakan BI akan mendorong bank syariah supaya mewaspadai adanya dua risiko terlebih dahulu. Untuk pengelolaan risiko investasi, Bambang mengakui belum cukup mendesak bagi bank syariah. Equity investment risk merupakan pengelolaan risiko lantaran ada potensi dana bank hilang akibat debitor merugi.
“Itu prinsipnya untuk profit and lost sharing, sementara saat ini belum banyak produk bank syariah yang memakai prinsip profit and lost sharing, “ ujar dia.
Sementara risiko imbal hasil, dinilai Bambang sudah harus dikelola bank syariah. Rate of return risk merupakan potensi hilangnya dana pihak ketiga (DPK) lantaran imbal hasil simpanan di bank syariah fluktuatif. “Semestinya bank syariah saat ini sudah punya manajemen risiko untuk risiko imbal hasil ini," ujar dia.
Untuk membantu pengelolaan risiko imbal hasil di bank syariah, BI akan mengizinkan penerapan Profit Equalization Reserve (PER/dana cadangan). Penerapan PER ini masih menjadi pembahasan di working group antara BI, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). “Kita mintakan fatwanya dulu ke DSN, “ ujar dia.
Dengan menerapkan PER, bank syariah tetap menarik bagi nasabah ketika imbal hasil rendah. Karena, bank dapat memberikan dana cadangannya ke nasabah. BI akan mengarahkan dana yang dipotong tersebut berasal dari keuntungan bank.
Bambang mengatakan pemotongan dana bank tersebut harus dilakukan setelah imbal hasil dibagikan ke nasabah. “Bukan dana nasabah yang dipotong," tegas dia. Dengan begitu, keunggulan bank syariah yakni mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi ketika penghasilan bank meningkat, dapat dipertahankan.
Kedua risiko itu telah diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, bank syariah harus menghitung berapa dana yang harus dicadangkan dalam modal. “Tapi, dana itu belum dimasukkan dalam perhitungan capital adequacy ratio (rasio kecukupan modal), “ ujar dia, Senin (9/1).
Perhitungan tersebut harus dilakukan agar bank syariah dapat berlatih mengelola risiko investasi dan imbal hasil. BI secara bertahap akan memasukkan perhitungan kedua risiko tersebut ke dalam penilaian. Paling cepat, dalam tiga tahun ke depan, kedua risiko itu sudah masuk dalam risk profile.
Pengawasan dari BI sebelum masuk ke risk profile akan memastikan bank syariah telah menghitung modal untuk mengelola risiko investasi dan imbal hasil. “Kita pastikan mereka sudah mulai menghitung, cuma tidak perlu sampai menyisihkan modal untuk meng-cover risiko itu, “ terang Mulya.
Ketua Tim Pengaturan Perbankan Syariah BI, Bambang Kiswono, mengatakan BI akan mendorong bank syariah supaya mewaspadai adanya dua risiko terlebih dahulu. Untuk pengelolaan risiko investasi, Bambang mengakui belum cukup mendesak bagi bank syariah. Equity investment risk merupakan pengelolaan risiko lantaran ada potensi dana bank hilang akibat debitor merugi.
“Itu prinsipnya untuk profit and lost sharing, sementara saat ini belum banyak produk bank syariah yang memakai prinsip profit and lost sharing, “ ujar dia.
Sementara risiko imbal hasil, dinilai Bambang sudah harus dikelola bank syariah. Rate of return risk merupakan potensi hilangnya dana pihak ketiga (DPK) lantaran imbal hasil simpanan di bank syariah fluktuatif. “Semestinya bank syariah saat ini sudah punya manajemen risiko untuk risiko imbal hasil ini," ujar dia.
Untuk membantu pengelolaan risiko imbal hasil di bank syariah, BI akan mengizinkan penerapan Profit Equalization Reserve (PER/dana cadangan). Penerapan PER ini masih menjadi pembahasan di working group antara BI, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). “Kita mintakan fatwanya dulu ke DSN, “ ujar dia.
Dengan menerapkan PER, bank syariah tetap menarik bagi nasabah ketika imbal hasil rendah. Karena, bank dapat memberikan dana cadangannya ke nasabah. BI akan mengarahkan dana yang dipotong tersebut berasal dari keuntungan bank.
Bambang mengatakan pemotongan dana bank tersebut harus dilakukan setelah imbal hasil dibagikan ke nasabah. “Bukan dana nasabah yang dipotong," tegas dia. Dengan begitu, keunggulan bank syariah yakni mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi ketika penghasilan bank meningkat, dapat dipertahankan.
No comments:
Post a Comment