Monday, March 05, 2012

INDONESIA - BANKING - Return Index for the Benchmark Pricing Real Sector Islamic Banking Products

www.pkesinteraktif.com - In many forums, both formal as well as training seminars or non-formal forums such as assemblies and lectures taklim off, one of the frequently asked questions critical to the legitimacy of sharia Islamic banking is a result of pricing products that are believed to refer to interest rates. I remember once when the first question even this became my main tool to criticize the application of Islamic banking in the country. How could so-called Islamic sharia if the price of the product specified or calculated referring to usury? How can we justify the logic of the movement who want to destroy the root of evil in the financial practices of usury, usury is still used throughout as the reference price of the product? Had not anyone wear, during which there will always be riba? (source)



Therefore, the answer to these critics is the main course to come by, given that answer to be a substantial element in the development of Islamic financial applications, especially in the banking sector. The answer to this problem may be one of the key elements of the opening of new insights or even new logic in thinking as to what ought to further the Islamic financial system becomes. If it is not referred to as usury as well as product price, exactly what variables are used as reference?

Let's explore the logic of the Islamic financial practice to get right on that variable. With the attendance of usury, then the profit (profit) relative business will only come from productive economic activity, both derived from the sale, lease or service. Investment activity is also the advantage of profit-sharing, but the outcome will depend on his first major activity is the sale, lease or service. Because it is the investment activities of economic activity derived from the main activity was. That is why finance or Islamic banking products also refers to the activity-based businesses for sale, rental, services and investment.

If the business activities that are the basis of Islamic banking and financial products, the pricing of Islamic banking products should refer to the general rate of profit on the productive activities. So specifically, the price of real estate finance products Islamic banks should necessarily rely on the general level of profits in the property sector, as well as other sectors, with of course also take into consideration other factors such as geographic region and operating costs. In short, the Islamic banking requires a referral or reference rate of an accurate index of the real sector that reflects the benefits of productive sectors of the economy.

Existence is essentially the reference rate not only useful for the Islamic banking industry to be one consideration in the calculation or reference pricing their products, but also the variables that make the real sector of the market will be more transparent, which is useful in optimizing the allocation of resources, market efficiency and acceleration of economic activity. In fact, its existence will help also in the determination of public policies such as taxation policy and markets.

If the index return of the real sector is available to accurately based on sectoral, sub-sector or to the commodity and geographical distribution are unknown, of this index will provide a rich information, not only useful for private businesses (both business units and financial institutions) but also useful for the government, from central to local government.

Imagine a complete reference rate as it is available, what benefits might be obtained of Islamic banking? with a complete reference rate, the Islamic banks are able to assess more accurately the real sector and regional projects which are more profitable, to understand the characteristics and distribution of risk in various sectors, sub-sectors and commodities, or even at the risk of spread geographically. set the price according to market capabilities and characteristics which have to achieve cost optimization of the distribution of financing, as well as to more accurately adjust business strategy based on the rate of return on the market and area. Furthermore, the availability of the reference rate will encourage banks to take greater advantage in financing transactions based on product-based profit-sharing.

Unfortunately, when reading the arguments of a high-ranking one Islamic bank in the country daily Republika, Monday, February 27, 2012, which states that the benchmark (pricing) should financial institutions based on other financial institutions are not based on the real sector, the more I realize that this concept (product pricing using the reference of the real sector profits) will go well if the practitioners of banking, especially the leaders of Islamic banks do have the correct perception of what sharia bank. Especially if it's next leadership of Islamic banks to misunderstand the function of a reference rate that is likely to be interpreted as a price policy of the regulator. Worse.

Bank Indonesia is currently trying to raise the reference rate in a study of return of indexation of the real sector as a pricing benchmark for Islamic banking products. may Allah make it easy. And Allaah knows best.

Sources: http://abiaqsa.blogspot.com/

Indeks Return Sektor Riil untuk Benchmark Pricing Produk Bank Syariah
Monday, 05 March 2012 05:33 ula
E-mail Print PDF

Oleh : Ali Sakti

Dibanyak forum, baik formal seperti seminar atau training maupun forum non-formal seperti majelis taklim dan pengajian lepas, salah satu pertanyaan kritis yang sering diajukan untuk perbankan syariah adalah keabsahan syariahnya akibat penentuan harga produk yang diyakini masih mengacu pada tingkat suku bunga. Saya ingat sekali ketika dahulu pertanyaan inipun menjadi alat utama saya dalam mengkritisi aplikasi perbankan syariah tanah air. Bagaimana mungkin disebut syariah jika harga produk syariah ditetapkan atau dihitung merujuk pada riba? Bagaimana kita dapat membenarkan logika gerakan yang ingin memusnahkan root of evil dalam praktek keuangan yaitu riba, sepanjang riba masih digunakan sebagai rujukan harga produk? Bukankah selama ada yang memakai, selama itu pula riba akan selalu ada?

Oleh karena itu, jawaban atas kritisi ini tentu sangat utama untuk didapatkan, mengingat jawaban tersebut menjadi unsur yang substansial dalam pengembangan aplikasi keuangan syariah khususnya di sektor perbankan. Jawaban atas masalah ini boleh jadi menjadi salah satu elemen kunci pembuka wawasan baru atau bahkan logika baru dalam berfikir lebih lanjut seperti apa sepatutnya sistem keuangan dalam Islam itu menjadi. Jika memang riba sebaik tidak dirujuk sebagai harga produk, variabel apa yang tepat dijadikan rujukan?

Mari kita telusuri logika praktek keuangan syariah untuk bisa sampai pada variabel yang tepat itu. Dengan absensinya riba, maka keuntungan (profit) bisnis relatif hanya akan berasal dari aktifitas ekonomi produktif, baik yang berasal dari jual-beli, sewa menyewa atau jasa. Aktifitas investasi memang juga memberikan keuntungan berupa bagi-hasil tetapi bagi hasil itu tentu bergantung pada aktifitas utama dan pertamanya yaitu jual-beli, sewa menyewa atau jasa. Karena memang aktifitas investasi merupakan aktifitas ekonomi turunan dari aktifitas utama tadi. Oleh sebab itulah produk keuangan atau perbankan syariah juga merujuk pada aktifitas usaha berbasis jual-beli, sewa-menyewa, jasa dan investasi.

Jika aktifitas bisnis itu yang menjadi basis produk keuangan dan perbankan syariah, maka penentuan harga dari produk-produk perbankan syariah sepatutnya merujuk pada tingkat keuntungan umum yang ada pada aktifitas produktif tersebut. Sehingga secara spesifik, harga produk pembiayaan sektor properti bank syariah tentu sebaiknya bersandar pada tingkat keuntungan yang umum ada di sektor properti, begitu pula sektor lainnya, dengan tentu mempertimbangkan pula faktor lain seperti wilayah geografis dan biaya operasional. Singkatnya, perbankan syariah memerlukan sebuah rujukan atau reference rate berupa indeks sektor riil yang akurat yang mencerminkan tingkat keuntungan dari sektor-sektor usaha produktif ekonomi.

Keberadaan reference rate ini pada hakikatnya bukan hanya berguna bagi industri perbankan syariah untuk menjadi salah satu pertimbangan atau rujukan dalam perhitungan penetapan harga produk-produk mereka, tetapi juga menjadi variabel yang membuat pasar sektor riil akan semakin transparan, yang berguna dalam optimalisasi alokasi sumber daya, efisiensi pasar dan akselerasi aktifitas ekonomi. Bahkan keberadaannya akan membantu pula dalam penetapan kebijakan-kebijakan publik seperti kebijakan pasar dan perpajakan.

Jika indeks return sektor riil tersedia secara akurat berdasarkan sektoral, sub-sektor atau sampai dengan komoditasnya dan diketahui pula sebaran geografisnya, tentu indeks ini akan memberikan informasi yang kaya, bukan hanya berguna bagi pelaku bisnis swasta (baik unit usaha maupun lembaga keuangan) tetapi juga berguna bagi pihak pemerintah, dari pemerintah pusat sampai dengan daerah.

Bayangkan reference rate tersedia lengkap seperti itu, kemanfaatan apa yang mungkin didapatkan perbankan syariah? dengan adanya reference rate secara lengkap tersebut, bank syariah mampu menilai lebih akurat projek sektor riil dan daerah mana yang lebih menguntungkan, memahami karakteristik dan sebaran risiko pada berbagai sektor, sub-sektor dan komoditas atau bahkan risiko pada sebaran secara geografis. menetapkan tingkat harga yang sesuai dengan kemampuan pasar dan karakteristik biaya yang dimiliki untuk mencapai optimalisasi penyaluran pembiayaan, serta dengan lebih akurat menyesuaikan strategi bisnis berdasarkan tingkat imbal hasil di pasar dan daerahnya. Lebih lanjut ketersediaan reference rate ini akan mendorong perbankan untuk mengambil keuntungan lebih besar dengan melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan produk berbasis bagi-hasil.

Sayangnya ketika membaca argumentasi seorang petinggi salah satu bank syariah tanah air di harian Republika, Senin, 27 Februari 2012, yang menyebutkan bahwa benchmark (pricing) lembaga keuangan sepatutnya berdasarkan lembaga keuangan lain bukan berdasarkan sektor riil, saya semakin menyadari bahwa konsep ini (pricing produk menggunakan referensi keuntungan sektor riil) akan berjalan baik jika para praktisi perbankan khususnya para pimpinan bank syariah memang memiliki persepsi yang benar apa itu bank syariah. Apalagi selanjutnya jika ternyata pimpinan bank syariah salah memahami fungsi referensi rate yang cenderung diartikan sebagai sebuah price policy dari regulator. Runyam.

Saat ini Bank Indonesia sedang mencoba memunculkan reference rate ini dalam satu kajian indeksasi return sektor riil sebagai benchmark pricing bagi produk perbankan syariah. semoga Allah mudahkan. Wallahu a’lam.

Sumber : http://abiaqsa.blogspot.com/

Source :http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/3227-indeks-return-sektor-riil-untuk-benchmark-pricing-produk-bank-syariah-.html - March 5, 2012 - google translate

No comments:

Post a Comment