REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Plan sharia commercial banks (BUS) expand micro-finance sector judged to threaten the People's Bank Financing the Sharia (SRB / BPRS). Growing micro-finance sector BUS increasingly competitive impact on margins.
SRB Director Karimah Irsyadi Artha, Mahrus Junaidi admitted it difficult to determine pricing of financing products to be competitive with the BUS. Because of this, SRB required more creative in making products and services. "In terms of product pricing, will be hard to compete with the BUS, so we must be creative because of the regulation is also no one has been aligned to the SRB," said he, Tuesday (29/11). (source)
The distribution of funding from the BUS, he acknowledges, can be through cooperation with the SRB with executing the scheme or channeling. Unfortunately, BUS prefer cooperation with the executing schemes where the risk of failure of the financing must be borne by SRB. "For risk factors, BUS rather avoid. From the business side of channeling is not very interesting, because BUS do not want to bear the risk, "he said.
In terms of regulation was considered difficult to suppress BUS channeling work through the scheme. Because of this, BUS actors are expected to have awareness of doing business in the micro finance sector. "We share the cake, do not work on all," he said.
Although micro-finance sector more competitive, SRB is still considered to have keuanggulan than BUS. Mahrus optimistic that his side can still expand micro-financing to the sector because closer to the customer. SRB can be more intensive in the service that makes customers reluctant to switch to other financial institutions.
With these advantages, the performance of SRB Artha Karimah Irsyadi can reach the target in the third quarter of 2011. Financing has reached USD 19 billion is targeted to exceed USD 20 billion at the end of 2011. While assets reached USD 25 billion.
Director of Al Salaam Cahyo Kartiko SRB revealed there should be a market for micro-financing to the sector. He is currently assessing the micro market already crowded with no clear arrangements for market segmentation. "I should be pegged to microfinance Rp 50 million to the bottom and should not enter an already large Islamic banks," he said.
He admits it will be difficult for the SRB to compete with the BUS which has a much larger capital. Because of this, there needs to urge regulators to regulate the market. "This market setting is crucial, now this micro market already crowded. Islamic banks came into the micro with the same product and same price, "he said.
Meanwhile, Director of SRB Treasure Insan Karimah Bekasi, Okta Prawisma Yepri express services and transactions are also SRB is currently still limited. This is because SRB can not open clearing. "Service and our transactions are limited, while BUS has been expanding into the micro-finance," he said.
Still, he remains optimistic claims SRB forward can still grow. It was driven SRB power factor in service to customers. "SRB has a limited working area. We have a better approach and BUS will not be as flexible as SRB in playing at the microscale, "he said
Pembiayaan Sektor Mikro Bank Syariah Ancam BPR Syariah
Selasa, 29 November 2011 15:39 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA---Rencana bank umum syariah (BUS) memperbesar pembiayaan sektor mikro dinilai mengancam Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Membesarnya pembiayaan sektor mikro BUS berdampak pada semakin kompetitifnya margin.
Direktur BPRS Artha Karimah Irsyadi, Mahrus Junaidi mengakui pihaknya kesulitan menentukan pricing produk pembiayaan untuk dapat bersaing dengan BUS. Lantaran hal itu, BPRS dituntut lebih kreatif dalam membuat produk dan pelayanan. “Dari sisi pricing produk, akan berat bersaing dengan BUS, sehingga kita harus kreatif karena dari sisi regulasi juga belum ada yang berpihak ke BPRS, “ ujar dia, Selasa (29/11).
Penyaluran pembiayaan dari BUS, diakuinya, bisa melalui kerjasama dengan BPRS dengan skema executing atau channeling. Sayangnya, BUS lebih memilih kerjasama dengan skema executing dimana resiko gagal dari pembiayaan harus ditanggung BPRS. “Untuk faktor resiko, BUS agak menghindar. Dari sisi bisnis channeling ini tidak terlalu menarik, karena BUS tidak mau menanggung resiko, “ ujar dia.
Dari sisi regulasi pun dinilai sulit untuk menekan BUS bekerjasama melalui skema channeling. Lantaran hal itu, pelaku BUS diharapkan memiliki kesadaran dalam berbisnis di pembiayaan sektor mikro. “Kita berbagi kue saja, jangan garap semua, “ ujar dia.
Meski pembiayaan sektor mikro semakin kompetitif, BPRS dinilai masih memiliki keuanggulan dibanding BUS. Mahrus mengaku optimis pihaknya masih dapat ekspansi pembiayaan ke sektor mikro lantaran lebih dekat dengan nasabah. BPRS dapat lebih intensif dalam pelayanan yang membuat nasabah enggan berpindah ke lembaga keuangan lain.
Dengan keunggulan itu, kinerja BPRS Artha Karimah Irsyadi bisa mencapai target pada kuartal ketiga 2011. Pembiayaan telah mencapai Rp 19 miliar yang ditarget bisa melampui Rp 20 miliar pada akhir 2011. Sementara aset mencapai Rp 25 miliar.
Direktur BPRS Al Salaam Cahyo Kartiko mengungkapkan seharusnya ada pengaturan pasar untuk pembiayaan ke sektor mikro. Dia menilai pasar mikro saat ini sudah ramai tanpa ada pengaturan yang jelas untuk segmentasi pasar. “Seharusnya untuk pembiayaan mikro dipatok saja Rp 50 juta ke bawah dan tidak boleh dimasuki bank syariah yang sudah besar, “ ujar dia.
Dia mengakui akan sulit bagi BPRS untuk bersaing dengan BUS yang memiliki modal jauh lebih besar. Lantaran hal itu, perlu ada dorongan regulator untuk mengatur pasar. “Pengaturan pasar ini sangat menentukan, sekarang ini pasar mikro sudah crowded. Bank umum syariah itu masuk ke mikro dengan produk yang sama dan price sama, “ papar dia.
Sementara itu, Direktur Utama BPRS Harta Insan Karimah Bekasi, Okta Prawisma Yepri mengungkapkan pelayanan dan transaksi BPRS saat ini juga masih terbatas. Hal ini lantaran BPRS tidak bisa membuka kliring. “Pelayanan dan transaksi kami terbatas, sementara BUS sudah ekspansi ke pembiayaan mikro, “ ujar dia.
Meski demikian, dia mengaku tetap optimis BPRS ke depan masih bisa tumbuh. Hal itu didorong faktor kekuatan BPRS dalam pelayanan terhadap nasabah. “BPRS memiliki wilayah kerja terbatas. Kita memiliki pendekatan yang lebih baik dan BUS tidak akan sefleksibel BPRS dalam bermain di mikro, “ ujar dia
Direktur BPRS Artha Karimah Irsyadi, Mahrus Junaidi mengakui pihaknya kesulitan menentukan pricing produk pembiayaan untuk dapat bersaing dengan BUS. Lantaran hal itu, BPRS dituntut lebih kreatif dalam membuat produk dan pelayanan. “Dari sisi pricing produk, akan berat bersaing dengan BUS, sehingga kita harus kreatif karena dari sisi regulasi juga belum ada yang berpihak ke BPRS, “ ujar dia, Selasa (29/11).
Penyaluran pembiayaan dari BUS, diakuinya, bisa melalui kerjasama dengan BPRS dengan skema executing atau channeling. Sayangnya, BUS lebih memilih kerjasama dengan skema executing dimana resiko gagal dari pembiayaan harus ditanggung BPRS. “Untuk faktor resiko, BUS agak menghindar. Dari sisi bisnis channeling ini tidak terlalu menarik, karena BUS tidak mau menanggung resiko, “ ujar dia.
Dari sisi regulasi pun dinilai sulit untuk menekan BUS bekerjasama melalui skema channeling. Lantaran hal itu, pelaku BUS diharapkan memiliki kesadaran dalam berbisnis di pembiayaan sektor mikro. “Kita berbagi kue saja, jangan garap semua, “ ujar dia.
Meski pembiayaan sektor mikro semakin kompetitif, BPRS dinilai masih memiliki keuanggulan dibanding BUS. Mahrus mengaku optimis pihaknya masih dapat ekspansi pembiayaan ke sektor mikro lantaran lebih dekat dengan nasabah. BPRS dapat lebih intensif dalam pelayanan yang membuat nasabah enggan berpindah ke lembaga keuangan lain.
Dengan keunggulan itu, kinerja BPRS Artha Karimah Irsyadi bisa mencapai target pada kuartal ketiga 2011. Pembiayaan telah mencapai Rp 19 miliar yang ditarget bisa melampui Rp 20 miliar pada akhir 2011. Sementara aset mencapai Rp 25 miliar.
Direktur BPRS Al Salaam Cahyo Kartiko mengungkapkan seharusnya ada pengaturan pasar untuk pembiayaan ke sektor mikro. Dia menilai pasar mikro saat ini sudah ramai tanpa ada pengaturan yang jelas untuk segmentasi pasar. “Seharusnya untuk pembiayaan mikro dipatok saja Rp 50 juta ke bawah dan tidak boleh dimasuki bank syariah yang sudah besar, “ ujar dia.
Dia mengakui akan sulit bagi BPRS untuk bersaing dengan BUS yang memiliki modal jauh lebih besar. Lantaran hal itu, perlu ada dorongan regulator untuk mengatur pasar. “Pengaturan pasar ini sangat menentukan, sekarang ini pasar mikro sudah crowded. Bank umum syariah itu masuk ke mikro dengan produk yang sama dan price sama, “ papar dia.
Sementara itu, Direktur Utama BPRS Harta Insan Karimah Bekasi, Okta Prawisma Yepri mengungkapkan pelayanan dan transaksi BPRS saat ini juga masih terbatas. Hal ini lantaran BPRS tidak bisa membuka kliring. “Pelayanan dan transaksi kami terbatas, sementara BUS sudah ekspansi ke pembiayaan mikro, “ ujar dia.
Meski demikian, dia mengaku tetap optimis BPRS ke depan masih bisa tumbuh. Hal itu didorong faktor kekuatan BPRS dalam pelayanan terhadap nasabah. “BPRS memiliki wilayah kerja terbatas. Kita memiliki pendekatan yang lebih baik dan BUS tidak akan sefleksibel BPRS dalam bermain di mikro, “ ujar dia
No comments:
Post a Comment