"There are still many challenges in realizing Indonesia as an Islamic financial center, one of which Islamic banking regulatory framework is not yet complete and in accordance with the unique characteristics of the banking system," said economist Prof Dr Veithzal Sharia in Islamic Economics Seminar, "Indonesia Toward Islamic Financial Centre" on Campus Unpad Bandung on Tuesday. (source)
According to him, one of the important steps to strengthen the position of Islamic banking is to strengthen the infrastructure and regulations to complement the unique characteristics of the banking system and it can really be competitive for the development of the bank.
The most fundamental among other complementary network technology services, where service sharia is still left with a network technology of conventional banks. In fact, from the relatively large market and wide to be worked out, one of the micro sector Cooperatives, Micro, Small and Medium Enterprises (KUMKM).
"There needs to be earnest in the development of Islamic banking, the market is very broad and obviously very fit for KUMKM in Indonesia. System for the very fit, so do not be a burden to the debtor," he said.
Besides educating the public on Islamic banking should still continue to be encouraged. Knowledge and understanding in general about the products, services, benefits and banking services is still low. Besides supporting institutions are also not yet complete and effective.
"The need for improved performance and service quality on an ongoing basis in order to be competitive, increase market share, attract professional human resources and capital," he said.
On that occasion, Veithzal criticized the naming of Islamic banking, since according to him more appropriate Islamic banking.
"I think it is more properly called Islamic banking, the effect could be more acceptable, so the market is vast and heterogeneous can be explored, especially the full backing of the government, and it is very necessary," he said.
According to him, Islamic banking is a solution to keep the balance due to the Islamic banking system and the principle of virtual transaction is rejected and not put money as a commodity.
Meanwhile, Chairman of the Economic Community of Central Shariah Ifham Sholihin Ahmad said the Islamic financial services that accommodate micro financing is an effective way to increase prosperity and reduce poverty in Indonesia.
"Islamic banking is apt to SME financing, the sharing system more suited to the micro sector. In addition to funding other Islamic financial services as well," said Ahmad Ifham Sholihin. (Tk / ant)
Regulasi Perbankan Syariah Mendesak Dilengkapi
BANDUNG - Pengaturan dan mekanisme perbankan syariah sangat mendesak untuk dilengkapi sehingga bisa lebih sesuai dengan keunikan karakteristik perbankan itu.
"Masih banyak tantangan dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah, salah satunya kerangka pengaturan perbankan syariah belum lengkap dan sesuai dengan keunikan karakteristik perbankan itu," kata pakar ekonomi Syariah Prof Dr Veithzal dalam Seminar Ekonomi Syariah, “Indonesia Menuju Pusat Keuangan Syariah” di Kampus Unpad Bandung, Selasa.
Menurut dia, salah satu langkah penting untuk memperkuat posisi perbankan syariah adalah memperkuat infrastruktur dan melengkapi regulasinya agar keunikan dan karakteristik perbankan itu bisa benar-benar menjadi daya saing untuk pengembangan bank itu.
Hal yang paling mendasar antara lain melengkapi layanan teknologi jaringan, dimana layanan syariah saat ini masih tertinggal dengan teknologi jaringan bank-bank konvensional. Padahal dari sisi pasar relatif besar dan luas untuk bisa digarap, salah satunya sektor mikro dengan Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM).
"Perlu ada kesungguhan dalam pengembangan perbankan syariah, pasarnya sangat luas dan jelas sangat pas untuk KUMKM di Indonesia. Sistem bagi hasil sangat pas sehingga tidak menjadi beban bagi debitur," katanya.
Selain itu edukasi masyarakat terhadap perbankan syariah masih harus terus digenjot. Pengetahuan dan pemahaman secara umum tentang produk, jasa, keuntungan dan layanan perbankan itu masih rendah. Selain itu institusi pendukungnya juga belum lengkap dan efektif.
"Perlunya peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan secara berkesinambungan agar dapat berdaya saing, memperbesar pangsa pasar, menarik SDM profesional dan permodalan," katanya.
Pada kesempatan itu, Veithzal mengkritisi penamaan perbankan syariah, karena menurut dia lebih tepat perbankan Islami.
"Saya kira lebih tepat disebut perbankan Islami, efeknya bisa lebih diterima, sehingga pasar yang luas dan heterogen bisa tergarap, terlebih ada dukungan penuh dari pemerintah, dan itu sangat perlu," katanya.
Menurut dia, perbankan syariah itu menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan karena dengan sistem dan prinsip syariah perbankan itu menolak transaksi maya dan tidak menempatkan uang sebagai komoditas.
Sementara itu Ketua Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah Ahmad Ifham Sholihin menyebutkan, ekonomi syariah yang mengakomodir pembiayaan usaha mikro adalah cara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
"Perbankan syariah sangat tepat untuk pembiayaan UMKM, dengan sistem bagi hasil lebih pas untuk sektor mikro. Selain pembiayaan juga jasa keuangan syariah lainnya," kata Ahmad Ifham Sholihin. (tk/ant)
"Masih banyak tantangan dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah, salah satunya kerangka pengaturan perbankan syariah belum lengkap dan sesuai dengan keunikan karakteristik perbankan itu," kata pakar ekonomi Syariah Prof Dr Veithzal dalam Seminar Ekonomi Syariah, “Indonesia Menuju Pusat Keuangan Syariah” di Kampus Unpad Bandung, Selasa.
Menurut dia, salah satu langkah penting untuk memperkuat posisi perbankan syariah adalah memperkuat infrastruktur dan melengkapi regulasinya agar keunikan dan karakteristik perbankan itu bisa benar-benar menjadi daya saing untuk pengembangan bank itu.
Hal yang paling mendasar antara lain melengkapi layanan teknologi jaringan, dimana layanan syariah saat ini masih tertinggal dengan teknologi jaringan bank-bank konvensional. Padahal dari sisi pasar relatif besar dan luas untuk bisa digarap, salah satunya sektor mikro dengan Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM).
"Perlu ada kesungguhan dalam pengembangan perbankan syariah, pasarnya sangat luas dan jelas sangat pas untuk KUMKM di Indonesia. Sistem bagi hasil sangat pas sehingga tidak menjadi beban bagi debitur," katanya.
Selain itu edukasi masyarakat terhadap perbankan syariah masih harus terus digenjot. Pengetahuan dan pemahaman secara umum tentang produk, jasa, keuntungan dan layanan perbankan itu masih rendah. Selain itu institusi pendukungnya juga belum lengkap dan efektif.
"Perlunya peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan secara berkesinambungan agar dapat berdaya saing, memperbesar pangsa pasar, menarik SDM profesional dan permodalan," katanya.
Pada kesempatan itu, Veithzal mengkritisi penamaan perbankan syariah, karena menurut dia lebih tepat perbankan Islami.
"Saya kira lebih tepat disebut perbankan Islami, efeknya bisa lebih diterima, sehingga pasar yang luas dan heterogen bisa tergarap, terlebih ada dukungan penuh dari pemerintah, dan itu sangat perlu," katanya.
Menurut dia, perbankan syariah itu menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan karena dengan sistem dan prinsip syariah perbankan itu menolak transaksi maya dan tidak menempatkan uang sebagai komoditas.
Sementara itu Ketua Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah Ahmad Ifham Sholihin menyebutkan, ekonomi syariah yang mengakomodir pembiayaan usaha mikro adalah cara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
"Perbankan syariah sangat tepat untuk pembiayaan UMKM, dengan sistem bagi hasil lebih pas untuk sektor mikro. Selain pembiayaan juga jasa keuangan syariah lainnya," kata Ahmad Ifham Sholihin. (tk/ant)
Source : http://www.investor.co.id/moneyandbanking/regulasi-perbankan-syariah-mendesak-dilengkapi/32412 - March 20, 2012 - google translate
No comments:
Post a Comment