The lack of knowledge of the sharia are also factors that make a person fail to be an employee of sharia industry. This lack of knowledge was a hardship for the company in developing the potential of employees in the Islamic industry. (source)
This is actually not necessary if the company and an employee understands the Islamic industry. The understanding sharia can be learned as we go along, but professionalism should be established from the beginning. "Islamic banking is a business, so do not worry for employees who are not Islam," said Head of Islamic Banking CIMB Niaga, U Saefudin Noer, in Jakarta.
A banker who runs the Islamic banking is required to understand Islamic values. However, that does not mean he forgot professionalism in working as a stockbroker. An employee is required to be more to know about the bank he managed, in addition to also being a banker who sharia.
It is also expressed by the practitioners of Islamic banking, Shakir Sula. Professionalism should not be forgotten for an employee in the work, although he works with the aim of jihad. HR is not only able to pray five times or run a variety of worship that exist in religion alone, but must still improve professionalism. "Secondly it is to do with balance," said Shakir.
Absolute values of the Islamic sharia is owned by the company's human resources. He must have belief which does not deviate from the path of Shariah. When he faces an environment that is not Islamic, said Shakir, an employee should not be out of line with sharia.
Phenomenon today many people are professionals, but not sharia. Here the important role of education is needed to build energy-professional labor, but also Islamic. Education can be taught from an early age, that is through education of local content. Education does not only introduce sharia early on, but also foster the Islamic character of the individual, which will carry over into the workplace.
In addition to formal education, nonformal education is also absolutely necessary, such as training and coaching that is good about the industry and morals of Islamic sharia. It aims to create an Islamic human resources professionals, says Shakir
Islamic culture and remunerationWork culture that is fun and comfortable will make an official last longer in a company. Islamic morals should not be imposed immediately before the employee entered the Islamic industry, but can be directed slowly through the work of Islamic culture.
Islamic culture is applied in Bank Muamalat. Director of Compliance and Risk Management of Bank Muamalat, Andi Buchari, said since the beginning of construction Muamalat is the only bank that was built with Islamic principles. Islamic values are certainly applicable to any activity in it. "The policy may change, but the spirit and value the company does not," he said.
Culture was carried out for the little things, like the morning prayer before the move or perform prayers in congregation. In addition Muamalat also cultivate activities such as prayer tahajud together every other month or recitation. This is not to strengthen the relationship antarpegawai which leads to high productivity of employees.
To make employees feel more at home, the remuneration is one pretty good effort. That is, the employee must be given credit for his performance has been trying to do the job.
Fear the company in providing bonuses or allowances to employees are nominal. Yet according to President Director of PT Takaful Family, Trihadi Deritanto, it is not something to worry about. "What matters is how dare a company to provide these benefits, regardless of the nominal value," said Trihadi.
However, remuneration is not just given to employees. Each reward is given to the employee the amount depends on the performance. Do not let an employee who works ordinary given the reward equal to the employee whose performance is good. Trihadi revealed, the application of sharia here is how to do justice to the remuneration of employees.
Bank Syariah: Profesional atau Islami?
Minggu, 15 April 2012, 12:38 WIB
aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Friska Yolandha
Ketakutan terbesar seseorang ketika masuk ke lembaga syariah adalah ia harus Islam dan berakhlak sesuai nilai-nilai syariah. Hal-hal yang berbau keislaman menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang urung mencoba tantangan di industri keuangan syariah.
Minimnya pengetahuan tentang syariah juga menjadi faktor yang membuat seseorang urung menjadi pegawai industri syariah. Pengetahuan yang minim ini pun menjadi kesulitan bagi perusahaan dalam mengembangkan potensi pegawai di industri syariah.
Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi apabila perusahaan serta seorang pegawai paham mengenai industri syariah. Pemahaman syariah bisa dipelajari sambil jalan, namun profesionalitas harus dibentuk sejak awal. "Syariah banking adalah bisnis, jadi tidak perlu khawatir bagi pegawai yang bukan Islam," ujar Head of Syariah Banking CIMB Niaga, U Saefudin Noer, di Jakarta.
Seorang banker yang mengelola perbankan syariah memang dituntut untuk memahami nilai-nilai syariah. Namun demikian bukan berarti ia melupakan profesionalitas dalam bekerja sebagai seorang pegawai bank. Seorang pegawai dituntut harus lebih tahu tentang bank yang ia kelola, di samping juga menjadi seorang banker yang syariah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh praktisi perbankan syariah, Syakir Sula. Profesionalisme tidak boleh dilupakan bagi seorang pegawai dalam bekerja, meskipun ia bekerja dengan tujuan jihad. SDM tidak hanya mampu shalat lima waktu atau menjalankan berbagai ibadah yang ada dalam ajaran agama saja, tetapi harus tetap meningkatkan profesionalisme. "Kedua hal tersebut harus dilakukan dengan seimbang," tutur Syakir.
Nilai-nilai keislaman mutlak dimiliki oleh SDM perusahaan syariah. Ia harus memiliki akidah yang tidak menyimpang dari jalur syariah. Ketika ia menghadapi lingkungan yang tidak syariah, tutur Syakir, seorang pegawai tidak boleh keluar dari jalur syariah.
Fenomenanya saat ini banyak orang yang profesional namun tidak syariah. Di sini peranan penting pendidikan diperlukan untuk membangun tenaga-tenaga kerja yang profesional namun juga syariah. Pendidikan bisa diajarkan sejak dini, yaitu melalui pendidikan muatan lokal. Pendidikan tidak hanya memperkenalkan syariah sejak dini, namun juga menumbuhkan karakter syariah pada individu, yang akan terbawa ke dunia kerja.
Selain pendidikan formal, pendidikan nonformal juga mutlak dilakukan, yaitu seperti pelatihan dan pembinaan baik mengenai industri syariah maupun akhlak yang syariah. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan SDM yang profesional islami, kata syakir
Budaya syariah dan remunerasi
Budaya kerja yang menyenangkan dan nyaman akan membuat seorang pegawai bertahan lebih lama di sebuah perusahaan. Akhlak syariah tidak harus dipaksakan langsung sebelum si pegawai masuk ke industri syariah, namun bisa diarahkan perlahan melalui budaya kerja yang syariah.
Budaya syariah diterapkan di Bank Muamalat. Direktur Compliance and Risk Management Bank Muamalat, Andi Buchari, menuturkan sejak awal dibangun Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank yang dibangun dengan prinsip syariah. Nilai-nilai syariah sudah pasti diterapkan pada setiap kegiatan yang ada di dalamnya. "Kebijakan boleh berubah, namun spirit dan value perusahaan tidak," tegasnya.
Budaya ini dilakukan untuk hal-hal kecil, seperti doa pagi sebelum beraktivitas atau melakukan shalat berjamaah. Selain itu Bank Muamalat juga membudayakan kegiatan-kegiatan seperti shalat tahajud bersama setiap dua bulan sekali atau melakukan pengajian. Hal ini tidak lain untuk mempererat hubungan antarpegawai yang berujung pada produktifitas tinggi para pegawai.
Untuk membuat para pegawai lebih betah, remunerasi merupakan salah satu upaya yang cukup baik. Artinya, pegawai harus diberikan penghargaan atas kinerja yang telah ia upayakan dalam pekerjaannya.
Ketakutan perusahaan dalam memberikan bonus atau tunjangan pada para pegawai adalah nominalnya. Padahal menurut Direktur Utama PT Takaful Keluarga, Trihadi Deritanto, hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. "Yang penting adalah seberapa berani perusahaan untuk memberikan tunjangan tersebut, terlepas dari nominalnya," kata Trihadi.
Namun demikian remunerasi tidak diberikan begitu saja kepada pegawai. Setiap reward yang diberikan pada pegawai jumlahnya bergantung pada kinerja. Jangan sampai pegawai yang kerjanya biasa-biasa saja diberi reward sama besar dengan pegawai yang kinerjanya bagus. Trihadi mengungkapkan, penerapan syariah di sini adalah bagaimana berlaku adil terhadap remunerasi pegawai.
Ketakutan terbesar seseorang ketika masuk ke lembaga syariah adalah ia harus Islam dan berakhlak sesuai nilai-nilai syariah. Hal-hal yang berbau keislaman menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang urung mencoba tantangan di industri keuangan syariah.
Minimnya pengetahuan tentang syariah juga menjadi faktor yang membuat seseorang urung menjadi pegawai industri syariah. Pengetahuan yang minim ini pun menjadi kesulitan bagi perusahaan dalam mengembangkan potensi pegawai di industri syariah.
Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi apabila perusahaan serta seorang pegawai paham mengenai industri syariah. Pemahaman syariah bisa dipelajari sambil jalan, namun profesionalitas harus dibentuk sejak awal. "Syariah banking adalah bisnis, jadi tidak perlu khawatir bagi pegawai yang bukan Islam," ujar Head of Syariah Banking CIMB Niaga, U Saefudin Noer, di Jakarta.
Seorang banker yang mengelola perbankan syariah memang dituntut untuk memahami nilai-nilai syariah. Namun demikian bukan berarti ia melupakan profesionalitas dalam bekerja sebagai seorang pegawai bank. Seorang pegawai dituntut harus lebih tahu tentang bank yang ia kelola, di samping juga menjadi seorang banker yang syariah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh praktisi perbankan syariah, Syakir Sula. Profesionalisme tidak boleh dilupakan bagi seorang pegawai dalam bekerja, meskipun ia bekerja dengan tujuan jihad. SDM tidak hanya mampu shalat lima waktu atau menjalankan berbagai ibadah yang ada dalam ajaran agama saja, tetapi harus tetap meningkatkan profesionalisme. "Kedua hal tersebut harus dilakukan dengan seimbang," tutur Syakir.
Nilai-nilai keislaman mutlak dimiliki oleh SDM perusahaan syariah. Ia harus memiliki akidah yang tidak menyimpang dari jalur syariah. Ketika ia menghadapi lingkungan yang tidak syariah, tutur Syakir, seorang pegawai tidak boleh keluar dari jalur syariah.
Fenomenanya saat ini banyak orang yang profesional namun tidak syariah. Di sini peranan penting pendidikan diperlukan untuk membangun tenaga-tenaga kerja yang profesional namun juga syariah. Pendidikan bisa diajarkan sejak dini, yaitu melalui pendidikan muatan lokal. Pendidikan tidak hanya memperkenalkan syariah sejak dini, namun juga menumbuhkan karakter syariah pada individu, yang akan terbawa ke dunia kerja.
Selain pendidikan formal, pendidikan nonformal juga mutlak dilakukan, yaitu seperti pelatihan dan pembinaan baik mengenai industri syariah maupun akhlak yang syariah. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan SDM yang profesional islami, kata syakir
Budaya syariah dan remunerasi
Budaya kerja yang menyenangkan dan nyaman akan membuat seorang pegawai bertahan lebih lama di sebuah perusahaan. Akhlak syariah tidak harus dipaksakan langsung sebelum si pegawai masuk ke industri syariah, namun bisa diarahkan perlahan melalui budaya kerja yang syariah.
Budaya syariah diterapkan di Bank Muamalat. Direktur Compliance and Risk Management Bank Muamalat, Andi Buchari, menuturkan sejak awal dibangun Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank yang dibangun dengan prinsip syariah. Nilai-nilai syariah sudah pasti diterapkan pada setiap kegiatan yang ada di dalamnya. "Kebijakan boleh berubah, namun spirit dan value perusahaan tidak," tegasnya.
Budaya ini dilakukan untuk hal-hal kecil, seperti doa pagi sebelum beraktivitas atau melakukan shalat berjamaah. Selain itu Bank Muamalat juga membudayakan kegiatan-kegiatan seperti shalat tahajud bersama setiap dua bulan sekali atau melakukan pengajian. Hal ini tidak lain untuk mempererat hubungan antarpegawai yang berujung pada produktifitas tinggi para pegawai.
Untuk membuat para pegawai lebih betah, remunerasi merupakan salah satu upaya yang cukup baik. Artinya, pegawai harus diberikan penghargaan atas kinerja yang telah ia upayakan dalam pekerjaannya.
Ketakutan perusahaan dalam memberikan bonus atau tunjangan pada para pegawai adalah nominalnya. Padahal menurut Direktur Utama PT Takaful Keluarga, Trihadi Deritanto, hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. "Yang penting adalah seberapa berani perusahaan untuk memberikan tunjangan tersebut, terlepas dari nominalnya," kata Trihadi.
Namun demikian remunerasi tidak diberikan begitu saja kepada pegawai. Setiap reward yang diberikan pada pegawai jumlahnya bergantung pada kinerja. Jangan sampai pegawai yang kerjanya biasa-biasa saja diberi reward sama besar dengan pegawai yang kinerjanya bagus. Trihadi mengungkapkan, penerapan syariah di sini adalah bagaimana berlaku adil terhadap remunerasi pegawai.
No comments:
Post a Comment