But there are things that are sometimes forgotten, namely Islamic banking fatwa number 19 on Qard where there are three sources of funds described Qardh for Rahn is the first of the capital of Islamic banks, two Islamic banks profits are set aside and the three other institutions or individuals who entrust infaq its distribution to the bank Sharia. Qardh of going back to the first source of Islamic banks, while Qardh of the second and third sources are Qardh hassan. (source)
This means that by using the number 19 fatwas, Islamic banks do financing social. This is certainly a characteristic of Islamic banking which has a social function.
Director of the Directorate of Islamic Banking Bank Indonesia (BI), Mulya Siregar fatwa called for the number 19 is not left because he saw that most Islamic banks in the practice relied on the pledge of gold more than 79 numbers fatwa number 19.
"Do not leave fatwa number 19, because it is characteristic of Islamic banking as a bank that has a social function," he said on the sidelines of the Economic Community of Sharia monthly seminars in BNI Tower Jakarta, Wednesday (26/10).
He also called for gold pawn is not dominant in fortopolio Islamic bank financing. If the dominant function as an Islamic bank as intermediary institutions will be lost.
"The bank's intermediary institutions. If a raised gold pawn shop gold so it does not have to be a bank, "he added.
Besides pawning gold run Islamic banks also have a lot of risk, especially since the gold price movements. At least five risks faced by Islamic banks in carrying out the gold pawning Market risk, the decline in gold prices cause a drop in investment returns gold owners. Liquidity risk, the difficulty of selling gold when the price drops.
Then Capital risk: losses due to decline in gold prices could increase bank losses and potentially lower the CAR. Credit risk, the decline in gold prices could potentially delay the return ditebusnya gold by the client. Reputation risk, rampant rahn qardh for gold and gold gardening and potentially reduce the function of the primary role of Islamic banks in financing productive business in the real sector.
Given these risks, Mulya internally called for gold pawn can be limited by any Islamic bank. Until now, BI itself is still using the method of approach to every bank in order to pawn gold demand could be limited but not likely to be born peratura BI about this.
"Well do not sue if the fiduciary rules out the possibility of gold to be dominant in Islamic banks," he said. (Ul)
Mencermati Rahn Emas Pada Bank Syariah
Jakarta
(27/10)- Praktek rahn atau gadai emas yang kini marak dilakukan bank
syariah memang bersandar pada fatwa Dewan Syariah Nasiona (DSN) nomor 79
tentang Qardh. Dimana bank syariah dapat menggunakan dana nasabah untuk
membiayai akad qardh (pembiayaan) yang merupakan sarana atau
kelengkapan transaksi lain dengan menggunakan akad Mu’awadah (pertukaran
dan dapat bersifat komersial). Qardh tidak mendapatkan imbalan namun
bank syariah memperoleh income dari administrasi dan ijarah.
Namun ada hal yang terkadang dilupakan perbankan syariah yaitu fatwa
nomor 19 tentang Qard dimana dijelaskan ada tiga sumber dana Qardh untuk
Rahn yaitu pertama dari modal bank syariah, kedua keuntungan bank
syariah yang disisihkan dan ketiga lembaga lain atau individu yang
mempercayakan penyaluran infaq-nya kepada bank syariah. Qardh dari
sumber pertama akan kembali kepada bank syariah, sedangkan Qardh dari
sumber kedua dan ketiga bersifat Qardh hassan.
Artinya dengan menggunakan fatwa nomor 19, pembiayaan yang dilakukan
bank syariah bersifat sosial. Hal ini tentunya menjadi karateristik
perbankan syariah yang mempunyai fungsi sosial.
Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Mulya
Siregar menghimbau agar fatwa nomor 19 tidak ditinggalkan karena ia
melihat kebanyakan bank syariah dalam melakukan praktek gadai emas lebih
berpatokan pada fatwa nomor 79 dibandingkan nomor 19.
“Jangan tinggalkan fatwa nomor 19, karena itu ciri perbankan syariah
sebagai bank yang mempunyai fungsi sosial,” ujarnya di sela-sela acara
seminar bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah di BNI Tower Jakarta, Rabu
(26/10).
Ia juga menghimbau agar gadai emas tidak dominan dalam fortopolio
pembiayaan bank syariah. Jika dominan maka fungsi sebagai bank syariah
sebagai lembaga intermediasi akan hilang.
“Bank kan lembaga intermediasi. Kalau gadai emas yang dibesarkan jadi toko emas saja tidak usah jadi bank,” imbuhnya.
Selain itu gadai emas yang dijalankan bank syariah juga memilki
banyak resiko terutama karena pergerakan harga emas. Setidaknya terdapat
5 resiko yang dihadapi bank syariah dalam menjalankan gadai emas yaitu
Market risk, penurunan harga emas yang menyebabkan turunnya investment
return pemilik emas. Liquidity risk, sulitnya menjual emas di saat
harganya turun.
Lalu Capital risk: kerugian karena penurunan harga emas dapat
menambah kerugian bank dan berpotensi menurunkan CAR. Credit risk,
penurunan harga emas berpotensi menunda ditebusnya kembali emas oleh
client. Reputation risk, maraknya qardh untuk rahn emas dan berkebun
emas berpotensi menurunkan fungsi dan peran utama bank syariah dalam
membiayai usaha produktif di sektor riil.
Mengingat resiko tersebut, Mulya menghimbau agar secara internal
gadai emas dapat dibatasi oleh setiap bank syariah. Sampai saat ini BI
sendiri masih menggunakan metode pendekatan kepada setiap bank agar
gadai emas bisa dibatasi namun tidak menuntut kemungkinan akan lahir
peratura BI mengenai hal ini.
“Yah tidak menuntut kemungkinan keluar peraturan jika gadai emas menjadi dominan dalam bank syariah,”tandasnya.(ul)
No comments:
Post a Comment