Sunday, October 23, 2011

INDONESIA - OPINION - Impact BI Rate Decrease for Islamic Banking

investor.co.id - Barno Sudarwanto - Board of Governors of Bank Indonesia has set for rate cuts (BI rate) widened 6.5%. This step is taken to maintain the stability of the rupiah by considering the possibility of the inflation rate is maintained below 5%.
Bank Indonesia has also considered the impact of the BI rate to the possibility of capital outflow in the midst of an uncertain global situation. This step is taken to mitigate the impact of the global financial and economic performance of Indonesia's financial performance. (source)
On the other hand, is expected to decline further BI rate could be a stimulus in the real sector to grow, so the effect on national economic growth. For entrepreneurs, the decline in lending rates is certainly very eagerly waiting to return the wheels of business. Currently employers urged the banks to immediately adjust interest rates credit.
Islamic BankingAs part of the national banking, Islamic banking is also required to be able to channel financing at reasonable rates. Current tariff perceived financing in Islamic banks is still quite high when compared to conventional bank lending rates. Higher pricing in islamic bank is not independent of its unique operational in Islamic banking.
From a financial perspective, lower BI rate will trigger a decline in interest rates, so the margin will be increasingly competitive Islamic banks. However, determination of pricing in Islamic banks are also based on the analysis of various risk factors, which is somewhat different from conventional banks. Distribution of Islamic bank financing will always be based on analysis of risks that will arise.
Currently these products are channeled financing by Islamic banks can be grouped to two types. First, the financing that will provide certainty of payment for Islamic banks, both in terms of quantity and time.
Second, the financing does not provide certainty of income for Islamic banks, in terms of quantity and time. Level of revenue would be positive, zero, or even negative. Given the characteristics of the two groups are different contract, then the financial risk analysis of the two groups were also different.
In the analysis of risk financing that provides certainty in the payment, Islamic banks should be able to identify and analyze the impact of all risk customers. Financing is based generally have the greatest compositions, such as financing on the basis of buying and selling, leasing, and istishna.
Financing with the principle of trading characterized by the delivery of goods at the beginning of the contract and pay later, either in form or in form of installments or all at once. In this financing bank will set the selling price at the beginning of the agreement as the maximum financing and installment schedule that does not change until maturity.
Despite fluctuations in market interest rates, with murabaha financing, installment does not change until the financing is paid off. Thus, customers will be easier to manage its cash flow, because of the certainty in installments every month. In contrast to conventional bank interest rates could be reviewed at any time.
Under conditions of high BI rate, Islamic banks are not allowed to raise tariffs murabaha financing is already running, since the maximum funding has been agreed at the beginning of the contract. In this condition faced with the risk of Islamic banks are not competing for the results to third party funds. This risk is usually also arise because of increasing competitive expected return from the customer's funds.
In order to manage this risk, Islamic banks can set a maximum time period for murabaha financing to consider several things in between current profitability and future predictions of changes in prevailing in the Islamic banking market. The more rapid changes in market interest rates the shorter the maximum period of financing.
Which is also not less important is the Islamic banks are required to know the expectations for the results of a competitive third-party funds in the Islamic banking market. The greater the customer's changing expectations for the results that would occur, the shorter the maximum period of financing. Thus Islamic banks rarely dared to provide financing murabaha with a period of 15 years.
Meanwhile, for the results-based financing, such as mudaraba and musharaka generally have a pretty big risk. With a greater risk then the Islamic bank will generally charge a larger financing. Even Islamic banks rarely provide financing to the pattern for this result. Or if there are customers who will be funded with revenue sharing scheme, Islamic banks generally have been previously financed by the pattern of murabaha or past client performance has been well recognized.
Three Aspects of RiskRisk analysis based on the financing for these results is to identify and analyze the impact of all the risks that customers financing decisions already taken into account the existing risks of financing based on profit sharing.
This risk assessment covers three aspects, namely business risk that is financed, the risk reduction in the value of financing, and risk of bad characters customers. Business risk is the risk that occurs on the first way out, which is generally influenced by several things, among other industrial risks.
This risk occurs in the type of business are determined by the characteristics of each type of business concerned and the financial performance of the relevant type of business. By looking at the various risks on the pricing it can be understood in Islamic banks may be higher than in conventional banks.
The author is a practitioner in Islamic financial institutions


Dampak Penurunan BI Rate bagi Perbankan Syariah
Oleh Barno Sudarwanto | Selasa, 18 Oktober 2011 | 9:00
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah (dua dari kanan) berfoto bersama Best Syariah 2011 versi majalah Investor kategori Bank Syariah, dari kiri ke kanan Dirut BPD Kalimantan Selatan Juni Rifat, Dirut BPD Aceh Islamuddin, dan Dirut Bank Syariah Mandiri Yuslam Fauzi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/8). Foto: Investor daily/TINO OKTAVIANO  Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah (dua dari kanan) berfoto bersama Best Syariah 2011 versi majalah Investor kategori Bank Syariah, dari kiri ke kanan Dirut BPD Kalimantan Selatan Juni Rifat, Dirut BPD Aceh Islamuddin, dan Dirut Bank Syariah Mandiri Yuslam Fauzi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/8). Foto: Investor daily/TINO OKTAVIANO

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia telah menetapkan penurunan suku bunga  acuan (BI rate) manjadi 6,5%. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan mempertimbangkan kemungkinan laju inflasi yang tetap terjaga di bawah 5%.

Bank Indonesia juga telah mempertimbangkan dampak penurunan BI rate terhadap kemungkinan capital outflow di tengah situasi global yang tidak menentu. Langkah ini diambil untuk memitigasi dampak penurunan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja keuangan Indonesia.

Di sisi lain, penurunan BI rate ini diharapkan semakin bisa menjadi stimulus di sektor riil untuk dapat tumbuh, sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi para pengusaha, penurunan suku bunga kredit ini tentunya sangat ditunggu-tunggu untuk kembali menggerakkan roda bisnisnya.  Saat ini para pengusaha mendesak pihak perbankan untuk segera menyesuaikan tingkat suku bunga kreditnya.

Perbankan Syariah
Sebagai bagian dari perbankan nasional, perbankan syariah juga dituntut untuk dapat menyalurkan pembiayaan dengan harga yang wajar. Saat ini tariff pembiayaan di bank syariah dirasakan masih cukup tinggi bila dibandingkan suku bunga kredit bank konvensional. Lebih tingginya pricing di bank syariah ini tidak terlepas dari uniknya operasional di perbankan syariah.

Dari sisi pembiayaan, BI rate rendah akan memicu penurunan tingkat suku bunga, sehingga margin bank syariah akan semakin kompetitif. Namun demikian, penetapan pricing di bank syariah juga didasarkan pada analisis berbagai faktor risiko, yang agak berbeda dengan bank konvensional. Penyaluran pembiayaan bank syariah akan selalu berdasarkan analisis terhadap risiko yang akan muncul.

Saat ini produk-produk pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dapat kita kelompokkan kepada dua jenis. Pertama, pembiayaan yang akan memberikan kepastian pembayaran bagi bank syariah, baik dari segi jumlah maupun waktunya.

Kedua, pembiayaan yang tidak memberikan kepastian pendapatan bagi bank syariah, dari segi jumlah maupun waktunya. Tingkat pendapatannya bisa positif, nol, atau bahkan negatif. Mengingat karakteristik kedua kelompok akad tersebut berbeda, maka analisis risiko pembiayaan terhadap kedua kelompok tersebut juga berbeda.

Dalam analisis risiko pembiayaan yang memberikan kepastian dalam pembayaran, bank syariah harus dapat mengidentifikasikan dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah. Pembiayaan yang berbasis ini umumnya mempunyai komposisi paling besar, misalnya pembiayaan dengan basis jual beli, sewa, dan istishna.

Pembiayaan dengan prinsip jual beli dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalam bentuk sekaligus. Dalam pembiayaan ini bank akan menetapkan harga jual di awal perjanjian sebagai maksimum pembiayaan dan jadwal angsurannya yang tidak berubah sampai dengan jatuh tempo.

Meskipun terjadi fluktuasi suku bunga di pasar, dengan pembiayaan murabahah, angsurannya tidak berubah sampai pembiayaan lunas. Dengan demikian nasabah akan lebih mudah dalam mengatur cash flow-nya, karena adanya kepastian dalam angsuran setiap bulan. Berbeda dengan bank konvensional yang suku bunganya dapat ditinjau ulang setiap saat.

Dalam kondisi BI rate yang tinggi, bank syariah tidak diperkenankan menaikkan tarif pembiayaan murabahah yang sudah berjalan, karena maksimum pembiayaan sudah disepakati di awal akad. Pada kondisi ini bank syariah dihadapkan pada risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Risiko ini biasanya juga muncul karena naiknya expected competitive return dari para nasabah dana.

Dalam rangka pengelolaan risiko ini, bank syariah dapat menetapkan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan beberapa hal di antaranya tingkat keuntungan saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah. Semakin cepat perubahan suku bunga di pasar semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

Yang juga tidak kalah penting adalah bank syariah dituntut mengetahui ekspektasi bagi hasil kepada dana pihak ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi bagi hasil nasabah yang akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan. Dengan demikian sangat jarang bank syariah yang berani memberikan pembiayaan murabahah dengan jangka waktu 15 tahun.

Sementara itu, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah umumnya mempunyai risiko yang cukup besar. Dengan risiko yang lebih besar maka umumnya bank syariah akan menetapkan tarif pembiayaan ini lebih besar. Bahkan bank syariah jarang memberikan pembiayaan dengan pola bagi hasil ini. Atau jika ada nasabah yang akan dibiayai dengan pola bagi hasil, umumnya bank syariah telah membiayai sebelumnya dengan pola murabahah atau past performance nasabah tersebut telah dikenal dengan baik.

Tiga Aspek Risiko
Analisis risiko pada pembiayaan berbasis bagi hasil ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis bagi hasil.

Penilaian risiko ini mencakup tiga aspek, yaitu risiko bisnis yang dibiayai, risiko berkurangnya nilai pembiayaan, dan risiko karakter buruk nasabah. Risiko bisnis merupakan risiko yang terjadi pada first way out, yang pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain risiko industri.

Risiko ini terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan. Dengan melihat berbagai risiko di atas maka dapat dipahami pricing di bank syariah dapat lebih tinggi dibandingkan di bank konvensional.

Penulis adalah praktisi pada lembaga keuangan syariah

No comments:

Post a Comment