Chairman of the Association of Islamic Economist (IAEI) Bambang PS Brodjonegoro said the lack of Islamic banking products is one of three factors challenge the growth of Islamic finance is not significant.
According to him, two other external factor is the absence of Islamic or Shariah compliance standards compliance standard that allows the distinction of compliance, tailored to the relevant bank or central banks concerned. Another factor is a matter of international Islamic institutional infrastructure that is still not united in substance.
"Islamic products is relatively limited, so that consumers are still thinkers-thinkers to switch to the Shariah, it is also faced by the countries of the Islamic financial development," he said as a keynote speaker in the Islamic Banking Research Forum-5 that was held at the Muslim University of Indonesia ( UMI) Makassar today, Tuesday (26/06/2012). (source)
Matter of international Islamic organizations, Bambang, who is also head of the Ministry of Finance of fiscal policy is to assess the existence of a number of institutions in the world today have not been unified since further highlight the political element.
"Instead of encouraging one another institute sharia industry but more political intrigue, more prominent than the substance of politics," he said.
Hence the growth of Islamic banking constraints rather than because of the strength of conventional banking in the world but the internal conflicts in the Islamic industry itself.
He described the total assets of Islamic banks in the world today only 1% of total financial assets of the world. Of these values can be viewed two ways, whether Islamic industry of diminishing enthusiasm or even that number is predicted to grow again.
The challenges of the domestic side, said Bambang, Islamic banking should be a financial solution in Indonesia in the community wherever it is. Currently, conventional banks have not been able to resolve any problem.
In addition, Islamic banking should also encourage an increase in public saving. Current gross domestic product (GDP) of Indonesia into the world order of 15-16, but GDP is not counting the informal economy. "For example, small business, that's money saved at home, not in the bank so that GDP does not count, Islamic banking can not push it," he said.
He said that since Indonesia's independence in 1945, during wakatu nearly 67 years, the number of new savings to reach 60 million or approximately 25% of the total population of Indonesia. This Berbera with mobile phone penetration is expected to enter 1994 and now reaches 220 million users.
Bambang stressed the Islamic banking should also encourage the inclusion of Islamic insurance so as to protect the assets of existing customers. "These challenges are expected to be solved together," he said.
Based on data from Bank Indonesia website, as of April 2012, the number of Islamic banks reached 11 bank offices with the number 1457, while the number of conventional banks have Islamic business units as many as 24 bank offices with the number 434.
The number of people of Islamic bank financing (BPRS) total number of 155 with 376 offices. Total assets of Islamic banking by April 2012 reached Rp144, 28 trillion from the position in March 2012 Rp151, 86 trillion, while total deposits reached Rp114, 02 trillion from March Rp119, 64 trillion.
Islamic Banking Research Forum to-5 is held by the IAEI in collaboration with the UMI Makassar supported by Bank Indonesia.
Executive Director Islamic Banking Department of Bank Indonesia Eddy Setiadi said the forum will be led to the recommendation and suggestions to improve the overall Islamic banking.
"In addition, this forum can be a parameter to measure the depth of understanding of Islamic banking, mapping the human resource where every year we need 20 000 HR sharia," he said. (Parachute)
BANK SYARIAH dituntut pacu inovasi produk
MAKASSAR—Terbatasnya produk bank syariah saat ini menjadi salah satu
tantangan dalam upaya menumbuhkembangkan industri perbankan syariah
dalam menggarap peluang yang ada.
Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Bambang P.S Brodjonegoro
mengatakan terbatasnya produk perbankan syariah merupakan satu dari tiga
faktor tantangan pertumbuhan keuangan syariah yang belum signifikan.
Menurutnya, dua faktor eksternal lainnya adalah belum adanya standar
kepatuhan syariah atau syariah compliance yang baku sehingga
memungkinkan terjadinya perbedaan kepatuhan, disesuaikan dengan bank
terkait atau bank sentral negara terkait. Faktor lain adalah soal
infrastruktur kelembagaan syariah internasional yang masih belum menyatu
secara substansi.
“Produk syariah relatif terbatas, sehingga konsumen masih mikir—mikir
untuk beralih ke produk syariah, ini juga dihadapi oleh negara—negara
pengembang keuangan syariah,” katanya ketika menjadi pembicara kunci
dalam Forum Riset Perbankan Syariah ke-5 yang digelar di Universitas
Muslim Indonesia (UMI) Makassar hari ini, Selasa (26/6/2012).
Soal lembaga internasional syariah, Bambang yang juga Kepala Badan
Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini menilai keberadaan sejumlah
lembaga tersebut di dunia saat ini belum padu karena lebih menonjolkan
unsur politik.
“Bukannya lembaga ini saling membesarkan industri syariah tetapi lebih
banyak intrik politik, lebih menonjol politik daripada substansi,”
katanya.
Oleh karena itu kendala pertumbuhan perbankan syariah bukan lantaran
kuatnya perbankan konvensional di dunia melainkan adanya pertentangan di
internal industri syariah itu sendiri.
Dia menggambarkan total aset perbankan syariah di dunia saat ini baru
1% dari total aset keuangan dunia. Dari nilai tersebut bisa dipandang
dua hal, apakah industri syariah semakin berkurang semangatnya atau
angka tersebut justru diprediksi tumbuh lagi.
Adapun tantangan dari sisi domestik, kata Bambang, perbankan syariah
harus bisa menjadi solusi keuangan masyarakat di Indonesia di wilayah
mana pun itu. Saat ini, bank konvensional pun belum dapat menyelesaikan
persoalan itu.
Selain itu, perbankan syariah juga mesti mendorong peningkatan
masyarakat dalam menabung. Saat ini produk domestik bruto (PDB)
Indonesia masuk urutan 15—16 dunia tetapi PDB tersebut belum menghitung
ekonomi informal. “Misalnya usaha kecil, itu kan uangnya disimpan di
rumah, tidak di bank sehingga tak masuk hitungan PDB, bisa tidak
perbankan syariah mendorong itu,” katanya.
Dia mengatakan sejak Indonesia merdeka pada 1945, dalam kurun wakatu
hampir 67 tahun itu jumlah tabungan baru mencapai 60 juta atau sekitar
25% dari total penduduk Indonesia. Ini berbera dengan penetrasi telepon
seluler yang diperkirakan masuk 1994 dan kini mencapai 220 juta
pengguna.
Bambang menegaskan perbankan syariah juga mesti mendorong masuknya
asuransi syariah sehingga dapat melindungi aset konsumen yang ada.
“Tantangan—tantangan ini diharapkan dapat dipecahkan bersama,” katanya.
Berdasarkan data situs Bank Indonesia, per April 2012, jumlah bank
syariah mencapai 11 bank dengan jumlah 1.457 kantor, sedangkan jumlah
bank umum konvensional yang memiliki unit usaha syariah sebanyak 24 bank
dengan jumlah 434 kantor.
Adapun jumlah bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sebanyak 155 dengan
jumlah kantor 376. Total aktiva perbankan syariah per April 2012
mencapai Rp144,28 triliun dari posisi Maret 2012 Rp151,86 triliun,
sedangkan jumlah dana pihak ketiga mencapai Rp114,02 trilun dari Maret
Rp119,64 triliun.
Forum Riset Perbankan Syariah ke-5 tersebut digelar oleh IAEI hasil
kerja sama dengan UMI Makassar dengan didukung oleh Bank Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy
Setiadi mengatakan forum tersebut akan melahirkan rekomendasi dan saran
guna meningkatkan perbankan syariah secara keseluruhan.
“Selain itu forum ini bisa menjadi parameter mengukur kedalaman
pemahaman perbankan syariah, memetakan sumber daya manusia di mana
setiap tahun kita butuh 20.000 SDM syariah,” katanya. (sut)
Source: http://www.bisnis.com/articles/bank-syariah-dituntut-pacu-inovasi-produk - June 26, 2012 - google translate
No comments:
Post a Comment